TOU1 : Teori Kepemimpinan & Kasus Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah proses mempengaruhi aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang diorganisasi ke arah pencapaian tujuan.
Tipe - tipe Kepemimpinan :
1.Tipe Otokratis.
Seorang pemimpin yang tergolong otokratik memiliki serangkaian karakteristik yang biasanya dipandang sebagai karakteristik yang negatif. Seorang pemimpin otokratik adalah seorang yang egois. Egoismenya akan memutarbalikkan fakta yang sebenarnya sesuai dengan apa yang secara subjektif diinterpretasikannya sebagai kenyataan.
Dengan egoismenya, pemimpin otokratik melihat peranannya sebagai sumber segala sesuatu dalam kehidupan organisasional. Egonya yang besar menumbuhkan dan mengembangkan persepsinya bahwa tujuan organisasi identik dengan tujuan pribadinya. Dengan persepsi yang demikian, seorang pemimpin otokratik cenderung menganut nilai organisasional yang berkisar pada pembenaran segala cara yang ditempuh untuk pencapaian tujuannya. Berdasarkan nilai tersebut, seorang pemimpin otokratik akan menunjukkan sikap yang menonjolkan keakuannya dalam bentuk .
Ciri-cirinya antara lain :
- Mengandalkan kekuatan / kekuasaan.
- Menganggap dirinya paling berkuasa.
- Keras dalam mempertahankan prinsip.
- Jauh dari bawahan.
- perintah diberikan secara paksa.
2.Tipe Paternalistik.
Persepsi seorang pemimpin yang paternalistik tentang peranannya dalam kehidupan organisasi dapat dikatakan diwarnai oleh harapan bawahan kepadanya. Harapan bawahan berwujud keinginan agar pemimpin mampu berperan sebagai bapak yang bersifat melindungi dan layak dijadikan sebagai tempat bertanya dan untuk memperoleh petunjuk, memberikan perhatian terhadap kepentingan dan kesejahteraan bawahannya.
Pemimpin yang paternalistik mengharapkan agar legitimasi kepemimpinannya merupakan penerimaan atas peranannya yang dominan dalam kehidupan organisasional. Berdasarkan persepsi tersebut, pemimpin paternalistik menganut nilai organisasional yang mengutamakan kebersamaan. Nilai tersebut mengejawantah dalam sikapnya seperti kebapakan, terlalu melindungi bawahan. Sikap yang demikian tercermin dalam perilakunya berupa tindakannya yang menggambarkan bahwa hanya pemimpin yang mengetahui segala kehidupan organisasional, pemusatan pengambilan keputusan pada diri pemimpin. Dengan penonjolan dominasi keberadaannya dan penekanan kuat pada kebersamaan, gaya kepemimpinan paternalistik lebih bercorak pelindung, kebapakan dan guru.
Pemimpin yang paternalistik mengharapkan agar legitimasi kepemimpinannya merupakan penerimaan atas peranannya yang dominan dalam kehidupan organisasional. Berdasarkan persepsi tersebut, pemimpin paternalistik menganut nilai organisasional yang mengutamakan kebersamaan. Nilai tersebut mengejawantah dalam sikapnya seperti kebapakan, terlalu melindungi bawahan. Sikap yang demikian tercermin dalam perilakunya berupa tindakannya yang menggambarkan bahwa hanya pemimpin yang mengetahui segala kehidupan organisasional, pemusatan pengambilan keputusan pada diri pemimpin. Dengan penonjolan dominasi keberadaannya dan penekanan kuat pada kebersamaan, gaya kepemimpinan paternalistik lebih bercorak pelindung, kebapakan dan guru.
Ciri-ciri antara lain :
- Pemimpin bertindak sebagai bapak.
- Memperlakukan bawahannya sebagai orang yang belum dewasa.
- Selalu memberikan perlindungan.
- Keputusan ada ditangan pemimpin.
3.Tipe Laissez Faire.
Persepsi seorang pemimpin yang laissez faire melihat perannya sebagai polisi lalu lintas, dengan anggapan bahwa anggota organisasi sudah mengetahui dan cukup dewasa untuk taat pada peraturan yang berlaku. Seorang pemimpin yang laissez faire cenderung memilih peran yang pasif dan membiarkan organisasi berjalan
Nilai yang dianutnya biasanya bertolak dari filsafat hidup bahwa manusia pada dasarnya memiliki rasa solidaritas, mempunyai kesetiaan, taat pada norma.
Nilai yang tepat dalam hubungan atasan –bawahan adalah nilai yang didasarkan pada saling mempercayai yang besar. Bertitik tolak dari nilai tersebut, sikap pemimpin laissez faire biasanya permisif. Dengan sikap yang permisif, perilakunya cenderung mengarah pada tindakan yang memperlakukan bawahan sebagai akibat dari adanya struktur dan hirarki organisasi. Dengan demikian, gaya kepemimpinan yang digunakannya akan dicirikan oleh .
Nilai yang dianutnya biasanya bertolak dari filsafat hidup bahwa manusia pada dasarnya memiliki rasa solidaritas, mempunyai kesetiaan, taat pada norma.
Nilai yang tepat dalam hubungan atasan –bawahan adalah nilai yang didasarkan pada saling mempercayai yang besar. Bertitik tolak dari nilai tersebut, sikap pemimpin laissez faire biasanya permisif. Dengan sikap yang permisif, perilakunya cenderung mengarah pada tindakan yang memperlakukan bawahan sebagai akibat dari adanya struktur dan hirarki organisasi. Dengan demikian, gaya kepemimpinan yang digunakannya akan dicirikan oleh .
Ciri-ciri antara lain :
- Memberikan kebebasan pada karyawan.
- Pemimpin tidak terlibat dalam kegiatan.
- Semua pekerjaan dan tanggung jawab dilimpahkan kepada bawahan.
- Tidak mempunyai wibawa.
4.Tipe Demokratis.
Ditinjau dari segi persepsinya, seorang pemimpin yang demokratik biasanya memandang peranannya selaku koordinator dan integrator. Karenanya, pendekatan dalam menjalankan fungsi kepemimpinannya adalah holistik dan integralistik. Seorang pemimpin yang demokratik menyadari bahwa organisasi harus disusun sedemikian rupa sehingga menggambarkan secara jelas aneka tugas dan kegiatan yang harus dilaksanakan demi tercapainya tujuan organisasi.
Seorang pemimpin yang demokratik melihat bahwa dalam perbedaan sebagai kenyataan hidup, harus terjamin kebersamaan. Nilai yang dianutnya berangkat dari filsafat hidup yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, memperlakukan manusia dengan cara yang manusiawi. Nilai tersebut tercermin dari sikapnya dalam hubungannya dengan bawahannya, misalnya dalam proses pengambilan keputusan sejauh mungkin mengajak peran serta bawahan sehingga bawahan akan memiliki rasa tanggung jawab yang besar.
Seorang pemimpin yang demokratik melihat bahwa dalam perbedaan sebagai kenyataan hidup, harus terjamin kebersamaan. Nilai yang dianutnya berangkat dari filsafat hidup yang menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia, memperlakukan manusia dengan cara yang manusiawi. Nilai tersebut tercermin dari sikapnya dalam hubungannya dengan bawahannya, misalnya dalam proses pengambilan keputusan sejauh mungkin mengajak peran serta bawahan sehingga bawahan akan memiliki rasa tanggung jawab yang besar.
Ciri-Ciri antara lain :
- Bepartisipasi aktif dalam kegiatan organisasi.
- Bersifat terbuka.
- Bawahan diberikan kesempatan untuk memberi saran dan ide-ide yang baru.
- Dalam mengambil keputusan diutamakan musyawarah untuk mufakat.
- Menghargai potensi individu.
5.Tipe Militerisitik.
Tipe kepemimpinan militeristik ini sangat mirip dengan tipe kepemimpinan otoriter. Adapun sifat-sifat dari tipe kepemimpinan militeristik adalah:
(1) lebih banyak menggunakan sistem perintah/komando, keras dan sangat otoriter, kaku dan seringkali kurang bijaksana,
(2) menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan,
(3) sangat menyenangi formalitas, upacara-upacara ritual dan tanda-tanda kebesaran yang berlebihan,
(4) menuntut adanya disiplin yang keras dan kaku dari bawahannya,
(5) tidak menghendaki saran, usul, sugesti, dan kritikan-kritikan dari bawahannya,
(6) komunikasi hanya berlangsung searah.
Adapun ciri-cirinya antara lain :
- Dalam komunikasi menggunakan saluran formal.
- menggunakan system komando / perintah.
- Segala sesuatu bersifat formal.
- Disiplin yang tinggi kadang bersifat kaku.
6.Tipe Kharismatik.
Tipe kepemimpinan karismatis mempunyai kekuatan energi, daya tarik dan pembawaan yang luar biasa untuk mempengaruhi orang lain, sehingga ia mempunyai pengikut yang sangat besar jumlahnya dan pengawal-pengawal yang bisa dipercaya. Kepemimpinan kharismatik dianggap memiliki kekuatan ghaib (supernatural power) dan kemampuan-kemampuan yang superhuman, yang diperolehnya sebagai karunia Yang Maha Kuasa. Kepemimpinan yang kharismatik memiliki inspirasi, keberanian, dan berkeyakinan teguh pada pendirian sendiri. Totalitas kepemimpinan kharismatik memancarkan pengaruh dan daya tarik yang sangat besar.
STUDI KASUS.
Kasus 1 : Hartoyo sebagai Manajer.
Drs. Hartoyo telah menjadi manajer tingkat menengah dalam departemen produksi suatu perusahaan kurang lebih 6 bulan. Hartoyo bekerja pada perusahaan setelah dis pensiun dari tentara. Semangat kerja departemennya rendah sejak dia bergabung dalam perusahaan. Beberapa dari karyawan menunjukkan sikap tidak puas dan agresif.
Pada jam istirahat makan siang, hartoyo bertanya pada drs. Abdul Hakim, ak, manajer departemen keuangan, apakah dia mengetahui tentang semangat kerja yang rendah dalam departemen produksi. Abdul hakim menjawab bahwa dia telah mendengar secara informal melalui komunikasi "grapevine", bahwa para karyawan hartoyo merasa tidak senang dengan pengambilan semua keputusan yang dibuat sendiri olehnya. Dia (hartoyo) menyatakan, " dalam tentara, saya membuat semua keputusan untuk bagian saya, dan semua bawahan mengharapkan saya untuk berbuat seperti itu".
Pada jam istirahat makan siang, hartoyo bertanya pada drs. Abdul Hakim, ak, manajer departemen keuangan, apakah dia mengetahui tentang semangat kerja yang rendah dalam departemen produksi. Abdul hakim menjawab bahwa dia telah mendengar secara informal melalui komunikasi "grapevine", bahwa para karyawan hartoyo merasa tidak senang dengan pengambilan semua keputusan yang dibuat sendiri olehnya. Dia (hartoyo) menyatakan, " dalam tentara, saya membuat semua keputusan untuk bagian saya, dan semua bawahan mengharapkan saya untuk berbuat seperti itu".
Pertanyaan kasus :
- Gaya kepemimpinan macam apa yang digunakan oleh hartoyo? Bagaimana keuntungan dan kelemahannya? Bandingkan motivasi bawahan hartoyo sekarang dan dulu sewaktu ditentara.
- Konsekuensinya apa, bila hartoyo tidak dapat merubah gaya kepemimpinannya? Apa saran saudara bagi perusahaan, untuk merubah keadaan?
Jawab :
1.Gaya kepemimpinan yang digunakan oleh hartoyo adalah gaya kepemimpinan militeristik. Gaya kepemimpinan ini memiliki ciri-ciri :
- Lebih banyak menggunakan sistem perintah/komando, keras dan sangat otoriter, kaku dan seringkali kurang bijaksana.
- Menghendaki kepatuhan mutlak dari bawahan
- Segala sesuatu bersifat formal
- Menuntut adanya disiplin yang tinggi dan kadang bersifat kaku dari bawahannya
- Tidak menghendaki usul, saran, sugesti, dan kritikan dari bawahannya
- Komunikasi hanya berlangsung searah, bawahan tidak diberikan kesempatan untuk memberikan pendapat
Keuntungan dari tipe militeristik adalah menuntut adanya disiplin yang tinggi. Kedisiplinan yang dituntut dari bawahan tersebut akan mempengaruhi kualitas pekerjaan, sehingga pekerjaan tidak akan terbengkalai. Sedangkan kelemahan dari tipe ini adalah komunikasi yang berlangsung hanya satu arah, yaitu hanya dari atasan yang memberikan perintah kepada bawahan dan bawahan pun tidak diberikan kesempatan untuk memberikan pendapatnya kepada atasan.
Motivasi bawahan yang dulu ketika hartoyo masih dalam tentara tentu tidak sama dengan motivasi bawahannya yang sekarang ada di perusahaan. Karena dulu berada di tentara, maka bawahan menganggap hartoyo adalah pemimpin sehingga berhak melakukan apa saja yang dianggapnya benar, dan bawahan hanya melakukan perintahnya. Sedangkan sekarang di perusahaan, bawahannya tidak semangat bekerja karena tidak diberikan kebebasan berpendapat.
Motivasi bawahan yang dulu ketika hartoyo masih dalam tentara tentu tidak sama dengan motivasi bawahannya yang sekarang ada di perusahaan. Karena dulu berada di tentara, maka bawahan menganggap hartoyo adalah pemimpin sehingga berhak melakukan apa saja yang dianggapnya benar, dan bawahan hanya melakukan perintahnya. Sedangkan sekarang di perusahaan, bawahannya tidak semangat bekerja karena tidak diberikan kebebasan berpendapat.
2.Konsekuensinya adalah para bawahannya akan banyak yang mengundurkan diri karena merasa kurang nyaman dengan pekerjaannya, jika sudah begini maka perusahaan pun akan terkena imbasnya. Selain itu karena kerasnya dan tidak adanya kebebasan yang diberikan maka hartoyo akan dianggap sebagai orang yang otoriter.
Saran saya adalah agar hartoyo diberi teguran dan deberikan pengertian tentang kondisi perusahaan yang tidak sama dengan sewaktu dia di tentara dulu. Atau memindahkan hartoyo ke departemen lain yang memang sesuai dengan karakternya.
0 comments